Langit Tak Cemerlang

Moyang siap pasang parit,
Untuk hala apa yang perlu diperuntukkan,
Siap parit datang bah,
Lurah alam menadah, bertakung,
Moyang sudah tau apa akan jadi,
Untuk itu moyang peruntukkan,
Sedikit masa untuk bermesra dengan alam

Moyang meninggalkan dunia, jasad kaku ditanam,
Moyang siap berpesan, cucunda harus juga bermesra dengan alam,
Kerana kita datangnya daripada alam,
Tujuh tanah tujuh benua,
Menjadi jisim yang padu,
Bentuk kita hingga bernyawa

Entah apa gerangan dunia kian tak percuma,
Semua benda harus dibayar,
Semua benda harus dinikmati,
Hatta alam yang tiada galang ganti
Jua tak lepas harus dilacurkan
Moyang dulu tak kisah duduk di lembah mahupun di puncak,
Moyang dulu hanya berterima kasih jika alam memberi moyang menerima,
Salah moyang kita kah?

Dunia injak zaman ke zaman,
Bumi makin berusia, tua dan terus tua,
Dunia bijak mahu berkotaraya di dalam taman,
Fikir cerdikpandai yang tak mahu manusia terus leka,
Akan hadir suatu hari bumi tak perlukan peneman,
Teman di atas permukaannya yang tak pernah bermuka-muka,
Bumi si tua uzur yang tak mahu tahu apa yang kita rencana,
Bumi si tua uzur yang tak upaya menolak manusia berkemahuan,
Bumi terima,
Bumi rela,
Bumi sedia,
Tapi kini langit tak cemerlang dahulu,
Langit tak bisa lagi mendengar,
Puja isi alam kepadanya,
Bunyian dedaun yang berdesir merdu,
Kicau burung yang beritma tak canggung,
Deru sang ombak yang memukul manja,
Liuk cerun bebukit yang subur menghijau,
Semua itu tak bisa kedengaran,
Suara asli alam membisu,

Yang langit dengarkan hanya hiruk,
Hiruk pikuk kota yang tak pernah lena,
Hiruk pikuk manusia yang tak henti bertukang,
Tarah dara si bukit,
Korek teruna sang sungai,
Mahu ke mana lagi?

Alam dan manusia yang moyang pohon bersahabat,
Tinggal pesanan,
Kata orang tua yang kini tak relevan,
Kata orang tua yang kini tak sesuai,

Bersoraklah sang pemaju bawa berita,
Hidup ini untuk dinikmati,
Apa jua citarasa,
Mahu berteratak bergelandang di sekitar sinar neon KLCC,
Gelandang tak kira mana tanahnya, mana pasirnya, mana pohonnya
Di hulu, di hilir asal puas mata memandang,
Indah di mata, indah di mata saja

Teriaklah sang pemimpin bawa rencana,
Mapan bangunnya, penuhi konsep,
Wang bukan kisahnya, yang penting pinta rakyat dipenuhi,
Pemimpin bisa tandatangan di mana saja suratnya,
Pakat pajak tanah dan air,
Pakat bina segala binaan,
Poket tak pernah kering
Sekering air sungai yang berkeladak,
Memuntahkan dendam dan rona duka,

Langit tak cemerlang,
Secemerlang dahulukala,
Langit kian menangis,
Sahabatnya bumi kian terseksa,
Langit tak bisa menangggung,
Awan yang berat hujan,
Langit tak bisa lagi terus cemerlang
Langit tak cemerlang,

Malam minggu langit merintih,
Awan menangis,
Tanah berdarah,
Lukanya di dalam,
Tuhan tunjukkan cara,
Langit dan bumi bisa bersuara,
Begini sekali caranya
Begini saja jadinya


Pesanan: Sama-sama kita ambil iktibar terhadap tragedi tanah runtuh di Bukit Antarabangsa. Ini bukan bencana alam, ini bencana buatan manusia. Fikir-fikirkan.






Gambar : Kredit to PinkTurtle






0 ulasan:

penggemar