Penerimaan


PENERIMAAN
oleh Allahyarham
Chairil Anwar (1922 - 1949)

Kalau kau mau kuterima kau kembali
Dengan sepenuh hati

Aku masih tetap sendiri

Kutahu kau bukan yang dulu lagi
Bak kembang sari sudah terbagi

Jangan tunduk! Tentang aku dengan berani

Kalau kau mau kuterima kembali
Untukku sendiri tapi

Sedang dengan cermin aku enggan berbagi.

ditulis pada Maret 1943

***

Ramai yang suka puisi 'Aku', sedang hamba tanya apakah disebabkan filem Ada Apa Dengan Cinta? Jawab hampir kesemua mereka, ada kebarangkalian. Kagumnya mereka ini kepada puisi 'Aku' seolah tiada yang lain pun sepengetahuan dengannya. Kagumnya itu, seolah orang lain tidak berkongsi rasa yang sama. Hakikat, hanya puisi Aku yang diingatkan, mahakarya lain tidak langsung berlegar di atas batu jembala mereka. Untuk itu, soalan lazim ; seberapa kenalkah mereka kepada ahli seni yang mereka kagumi? Setakat mana pemahaman mereka tentang hasil seni seniman itu? Jika sekadar suka, sebabkan ramai yang suka - maka carilah ertinya. Jujur atau pura-pura?

Hamba terdetik juga kadang-kadang apabila terlalu ramai manusia terlebih kejut dan tindak apabila menghadapi saat kehilangan seseorang yang mereka kagumi. Seperti yang dapat dilihat sekarang, kematian insan-insan seni terulung yang ditangis saban waktu, seolah tiada lagi manusia di bumi.

Hamba tidak pasti pula sebanyak mana kenalnya mereka kepada hasil seni si mati. Jikalau cukup mendalam, apakah layak si mati menerima tangis meratap seolah manusia di bumi lebih sayang, daripada sayangnya Allah di arasy sana.

Hamba mengulit puisi 'Penerimaan' ini sejak umur 15 tahun. Puisi ini sentiasa jadi kegemaran. Ia cukup sederhana, tetapi memberi pengertian yang jelas. Terkadang sentimental, tapi benarlah kata-kata setajam mata pedang. Puisi ini merobek lagi hati hamba kala mengenangkan sesuatu yang tertunda.

Sesuatu perkara yang pergi terkadang menjadi sesuatu yang tertunda. Tertunda kerana kita tidak sempat mengenal, tidak sempat mengerti dan cukup waktu sesuatu itu pergi. Ia seolah menjadi perasaan kedekut kita untuk melepaskan perkara yang sudah tidak di genggaman. Untuk itu, kenapa harus kita meratap sedang kita mengaku cukup kenal dengan hasil seni si mati?

Tak guna mengenang manusia yang pergi dengan airmata, sedu sedan serta emosi yang sangat ekspresif. Cukuplah bersederhana, mendoakan yang baik-baik lantas meraikan pertemuan si dia dengan penciptanya.


p/s: untuk alihar yang tidak pernah mati namun sering tertunda ; ~


0 ulasan:

penggemar